Mengapa Dukungan Keluarga Dapat Mempengaruhi Kesehatan Mental
Mengapa Dukungan Keluarga Dapat Mempengaruhi Kesehatan Mental – Menurut Undang-Undang 18 Republik Indonesia Tahun 2014, Kesehatan Jiwa adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat berkembang secara jasmani, rohani, rohani dan sosial, sehingga seseorang dapat mewujudkan kemampuannya, mengatasi tekanan, bekerja secara produktif dan ODGJ (Orang dengan Penyakit Menular). sakit jiwa) mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor -18 Tahun 2014 yang mendefinisikan orang yang mengutarakan pikiran, tingkah laku, dan perasaan. Ini adalah sekelompok gejala dan/atau perubahan perilaku signifikan yang dapat menyebabkan penderitaan dan hambatan dalam berfungsinya seseorang sebagai manusia.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Dasar BALITBANKGES tahun 2018, rata-rata (dalam juta) anggota rumah tangga yang mengalami gangguan skizofrenia/psikosis per provinsi ditemukan sebanyak 7 orang. Sejak tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar 6‰, yaitu hanya 1. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 265 juta jiwa, diperkirakan sekitar 2 juta penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa. 31,5% dari jumlah ini ditangkap oleh keluarganya, dan 15% tidak mencari pengobatan. Banyaknya pasien yang berobat ditemukan bahwa 48,9% pasien meminum obat secara teratur, sedangkan 51,1% sisanya tidak meminum obat secara teratur.
Mengapa Dukungan Keluarga Dapat Mempengaruhi Kesehatan Mental
Menurut Eva Mitayasari (2018), pengobatan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) tidak hanya mencakup zat farmakologis tetapi juga zat lain yang sangat kompleks. Selain pengobatan farmakologis yang tepat, pengobatan lingkungan juga diperlukan. Terapi ini berbasis ekologi dengan menggunakan lingkungan klien sebagai media terapi. Terapi lingkungan dapat meningkatkan interaksi klien dan keluarga dengan lingkungan, meningkatkan kesadaran klien dan keluarga, meningkatkan kompetensi klien, dan mencegah kekambuhan (Ermalinda, 2015).
Masa Depan Kesehatan Jiwa Kita
Dari data di atas terlihat jelas bahwa terapi berbasis lingkungan mendukung kesembuhan klien dan dapat mencegah terulangnya gangguan jiwa yang dialami klien. Tempat terdekat dengan klien adalah keluarga, keluarga yang sehat dan hangat dapat memberikan efek penyembuhan pada klien. Keluarga berperan penting dalam proses pemulihan klien, meliputi skrining dan deteksi dini klien dengan masalah kesehatan jiwa, perawatan di rumah bagi klien dengan masalah kesehatan jiwa, dan pencegahan kekambuhan.
Merupakan prioritas dalam menjaga kesehatan jiwa anggota keluarga dan merupakan penyedia kesehatan jiwa pertama jika muncul gejala kesehatan jiwa. Keluarga diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat kepada penyedia layanan kesehatan agar dapat memperoleh diagnosis dan pengobatan ODGJ yang akurat. Pada akhirnya, ia dapat memperoleh kembali kualitas hidupnya dan menjadi pribadi yang produktif dan mandiri.
Di rumah, keluarga adalah tempat klien kembali setelah beberapa waktu dirawat di rumah sakit. Banyak hal yang perlu diperhatikan agar dapat memberikan perawatan di rumah yang efektif bagi ODGJ, antara lain memahami jenis gangguan jiwa dan gejala yang ditemukan, cara penanganannya (pengobatan), serta mengurangi faktor penyebab kekambuhan dan melibatkan keluarga/teman lain ( Karimah, 2012). Pengetahuan tentang penyakit dan kejadiannya digunakan sebagai dasar untuk mengambil tindakan yang tepat dalam mengevaluasi efektivitas program pengobatan dan perawatan di ODGJ. Keluarga harus memantau dan mendampingi ODGJ dalam minum obat, artinya obat diminum sesuai resep dan tidak ada efek samping. Jika terdapat efek samping seperti berjalan seperti robot atau bocor, hubungi klien untuk segera ditindaklanjuti. Selain itu, keluarga diharapkan mewaspadai kondisi yang menyebabkan kekambuhan klien, dengan tujuan untuk mengurangi stres yang berujung pada depresi pada klien. Keadaan depresi yang berkepanjangan akan menyebabkan klien kambuh.
Keluarga hendaknya membantu klien untuk terus pulih dengan melibatkan klien dalam aktivitas sehari-hari, fokus pada perbaikan perilaku klien, menghindari konflik, mengajarkan pola hidup sehat, dan membangun harga diri klien. Kepercayaan diri akan menjadikan pelanggan lebih produktif dan mandiri.
Kesehatan Mental Anak-anak Di Desa: Mendukung Pertumbuhan Dan Perkembangan Optimal
Memang peran keluarga dalam meningkatkan produktivitas ODGJ sangat besar, sehingga upaya penguatan keluarga sangat diperlukan dan dilakukan secara terus menerus untuk mendukung pemulihan ODGJ dan perubahan sosial. Menurut statistik dunia, satu dari enam orang berusia antara 10 dan 19 tahun. Era saat ini, dengan permasalahan seperti kemiskinan, pelecehan dan kekerasan, membuat generasi muda rentan terhadap masalah kesehatan mental. Melindungi generasi muda dari tantangan-tantangan ini, mendorong literasi sosial dan kesehatan mental, serta menyediakan akses terhadap layanan kesehatan mental sangat penting bagi kesehatan dan masa depan mereka secara keseluruhan.
Di seluruh dunia, diperkirakan 1 dari 7 anak muda (14%) berusia antara 10 dan 19 tahun mengalami kondisi kesehatan mental, namun banyak yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Remaja dengan kondisi kesehatan mental sangat rentan terhadap pengucilan, diskriminasi, stigma (yang mempengaruhi kesediaan untuk mencari bantuan), kesulitan akademis, perilaku berisiko, kesehatan fisik yang buruk, dan pelanggaran hak asasi manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi sejumlah masalah kesehatan mental yang penting pada remaja. Gangguan seperti kecemasan, depresi, ADHD/gangguan defisit perhatian, dan gangguan perilaku diketahui secara signifikan mengganggu fungsi sosial, emosional, dan akademik mereka. Kecemasan dan depresi, yang dapat menyebabkan isolasi sosial dan perubahan suasana hati, merupakan masalah umum di kalangan remaja. Masa remaja merupakan masa penting bagi perkembangan keterampilan sosial dan emosional yang penting bagi kesehatan mental. Kebiasaan tersebut antara lain menerapkan pola tidur yang sehat, berolahraga secara teratur, mengembangkan keterampilan mengatasi masalah, memecahkan masalah dan interpersonal, serta belajar mengelola emosi. Lingkungan yang aman dan mendukung bagi keluarga, sekolah, dan masyarakat luas sangatlah penting.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan mental. Semakin banyak risiko yang dihadapi seorang remaja, semakin besar dampak negatifnya terhadap kesehatan mental mereka. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres pada masa remaja antara lain paparan terhadap kesulitan, tekanan teman sebaya untuk menyesuaikan diri, dan mencari tahu siapa diri Anda. Pengaruh media dan norma gender dapat memperburuk kesenjangan antara realitas yang dialami remaja dan cita-cita atau aspirasi mereka di masa depan. Faktor penting lainnya termasuk kualitas kehidupan rumah tangga dan hubungan teman sebaya. Kekerasan (terutama kekerasan dan pelecehan seksual), pola asuh yang kasar, dan tantangan sosial yang berat diakui sebagai risiko terhadap kesehatan mental (WHO, 2022). Beberapa generasi muda mempunyai risiko lebih besar terhadap kondisi kesehatan mental karena kondisi perumahan, stigma, diskriminasi atau kekurangan, atau kurangnya akses terhadap dukungan dan layanan berkualitas. Hal ini mencakup generasi muda yang hidup dalam situasi kemanusiaan dan rentan; remaja dengan penyakit kronis, gangguan spektrum autisme, disabilitas intelektual, atau kondisi neurologis lainnya; remaja hamil, orang tua remaja, atau mereka yang melakukan pernikahan dini atau pernikahan paksa; anak yatim piatu; dan remaja yang mengalami diskriminasi terhadap remaja atau remaja atau kelompok yang mengalami pelecehan seksual (WHO, 2022).
Gangguan emosi merupakan salah satu penyakit yang paling umum terjadi pada remaja. Gangguan kecemasan (yang mungkin termasuk panik atau kecemasan berlebihan) lebih sering terjadi pada kelompok usia ini dan lebih sering terjadi pada remaja yang lebih tua dibandingkan remaja yang lebih muda. Diperkirakan 3,6% anak usia 10-14 tahun dan 4,6% anak usia 15-19 tahun mengalami gangguan kecemasan. Depresi diperkirakan terjadi pada 1,1% anak usia 10-14 tahun dan 2,8% anak usia 15-19 tahun. Depresi dan kecemasan memiliki gejala yang serupa, termasuk perubahan suasana hati yang tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi (WHO, 2022). Gangguan kecemasan dan depresi dapat berdampak signifikan pada kehadiran di sekolah dan tugas sekolah. Penarikan diri dari pergaulan dapat menyebabkan isolasi dan kesepian. Depresi dapat menyebabkan bunuh diri (WHO, 2022).
Kembangkan Potensi Anak Retardasi Mental Bersama Keluarga
Selain masalah emosional, gangguan perilaku lebih sering terjadi pada remaja muda dibandingkan remaja yang lebih tua. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), yang ditandai dengan ketidakmampuan memperhatikan, hiperaktif, dan kurang perhatian, menyerang 3,1% anak usia 10-14 tahun dan 2,4% anak usia 15-19 tahun. Perilaku buruk (termasuk perilaku mengganggu atau menantang) terjadi pada 3,6% anak usia 10-14 tahun dan 2,4% anak usia 15-19 tahun. Gangguan perilaku dapat mempengaruhi pendidikan remaja, dan gangguan perilaku dapat berujung pada perilaku kriminal (WHO, 2022). Selain itu, gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa (Gangguan Makan) sering muncul pada masa remaja dan dewasa muda. Gangguan makan meliputi pola makan yang tidak normal dan nafsu makan yang berlebihan, sering kali disertai kekhawatiran terhadap berat badan dan bentuk tubuh. Anoreksia nervosa seringkali menyebabkan kematian dini akibat komplikasi medis atau bunuh diri, dan memiliki angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan gangguan jiwa lainnya (WHO, 2022).
Data WHO (2022) melaporkan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat di kalangan dewasa muda (15-19 tahun). Faktor risiko bunuh diri sangat kompleks, termasuk penggunaan alkohol yang berbahaya, kekerasan terhadap anak, stigma dalam mencari bantuan, hambatan dalam mendapatkan perawatan, dan akses terhadap alat pencegahan bunuh diri. Media digital, seperti media lainnya, dapat memainkan peran penting dalam memperkuat atau melemahkan upaya pencegahan bunuh diri (WHO, 2022).
Menurut Lahey (2007, 2010 dalam Psychological Journal), dukungan sosial merupakan suatu peran yang dilakukan oleh seseorang, dan peran tersebut dapat berupa cara memberi nasehat, membantu, membicarakan masalah yang dialaminya. Sekalipun hal ini diberikan kepada anak berkebutuhan khusus, pemahamannya sangat lambat, namun mereka akan memahami dan menggunakan cara-cara tertentu untuk menjelaskan apa yang kita sampaikan kepada mereka. Dukungan sosial mengacu pada peran penting hubungan interpersonal dan situasi yang mendukung dalam mempengaruhi kesehatan mental remaja. Dukungan sosial dapat membantu remaja mengatasi dan melindungi diri dari berbagai faktor risiko, seperti kemiskinan, pelecehan, atau kekerasan, yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental.
Dukungan sosial dapat mencakup interaksi positif dengan keluarga, teman sebaya, dan situasi sosial lainnya